Tuesday, October 23, 2012

Yadnya Kasada, Upacara Umat Hindu Suku Tengger ( Part2 )

Tepat pada malam ke-14 bulan Kasada, suku Tengger akan beramai-ramai membawa sesajen berupa hasil ternak dan pertanian ke Pura Luhur Poten dan menunggu hingga tengah malam saat dukun ditasbihkan tetua adat. Berikutnya, sesajen yang disiapkan dibawa ke atas kawah gunung untuk dilemparkan ke kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang. Bagi suku Tengger, sesaji yang dilembar ke Kawah Bromo tersebut sebagai bentuk kaul atau rasa syukur atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah. Di dalam kawah ternyata telah menunggu banyak pengemis dan penduduk tengger yang tinggal di pedalaman. Uniknya mereka jauh-jauh hari sudah tiba di sini bahkan sengaja mendirikan tempat tinggal sementara di sekitar Gunung Bromo dan berharap mendapatkan ongkek-ongkek yang berisi sesajen berupa buah-buahan, hewan ternak, juga uang. Aktivitas penduduk tengger pedalaman yang berada di kawah gunung bromo dapat Anda lihat sejak malam hingga siang hari saat hari menjelang upacara Yadnya Kasada Bromo.

Upacara Kasada Bromo sendiri telah digelar sejak masa Kerajaan Majapahit dan Gunung Bromo memang dianggap sebagai tempat suci. Gunung Bromo berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti brahma atau seorang dewa yang utama. Pada masa Dinasti Brawijaya, permaisurinya dikaruniai anak perempuan bernama Roro Anteng. Setelah beranjak dewasa putri ini menikah dengan seorang pemuda dari Kasta Brahmana bernama Joko Seger. Keduanya kemudian memutuskan tinggal dan menjadi penguasa di Tengger saat Kerajaan Majapahit mengalami kemerosotan dan pengaruh Islam semakin kuat di Pulau Jawa. Setelah sekian lama hidup bersama, mereka sangat bersedih karena belum juga dikaruniai anak. Akhirnya mereka pun bersemedi di puncak Gunung Bromo dan mendapatkan petunjuk bahwa permintaan mereka akan dikabulkan dengan syarat anak bungsu mereka setelah lahir harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo. Setelah dikaruniai 25 orang anak, tiba saatnya pasangan ini harus mengorbankan si bungsu, mereka tidak tega melakukannya. Akhirnya, Dewa marah dan membawa anak bungsu tersebut masuk ke kawah Bromo. Timbul suara dari si anak bungsu agar orang tua mereka hidup tenang beserta saudara-saudaranya. Untuk menghormati pengorbanan tersebut maka setiap tahun dilakukan upacara sesaji ke Kawah Bromo dan terus berlangsung secara turun menurun hingga saat ini.


Warga desa dalam perjalanan ke Gunung Bromo pada Festival tahunan Kasada Yadnya, yang berlangsung di timur pulau Jawa.


Penduduk desa di dalam kaldera Gunung Bromo menanti sesaji yang dilemparkan ke bawah oleh umat Hindu Tengger untuk mengucapkan terima kasih mereka kepada para Dewa.


Asal usul ritual pada abad ke-15 di mana seorang putri bernama Roro Anteng azas Tengger dengan suaminya, Joko Seger. Pasangan itu tidak memiliki anak dan karena itu memohon bantuan para dewa gunung.


Ribuan orang dari berbagai kepercayaan dan wisatawan menyaksikan upacara pengorbanan tahunan ini yang dimulai pada tengah malam dan berlanjut sampai fajar.

Go to Part 1 
Go to Part 3 

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...